Antara hak dan kewajiban sebagai manusia, kreativitas adalah sebentuk energi yang hidup di tengah keduanya: kebisaan seorang individu. Dengan kata lain, membicarakan kreativitas berarti membicarakan potensi. Namun sayangnya, kita lebih sering terjebak pada pola otomatis.
Otak kita cenderung menyediakan data-data untuk mengisi dan menguatkan sebuah dugaan, opini, pengetahuan ataupun kecurigaan. Ini juga terjadi ketika kita mencoba menjalankan pekerjaan kreatif kita. Seringkali kita berharap ada cara yang sama dan pasti untuk menjamin keutuhan dan keberhasilan sebuah karya.
Menulis, menggambar ilustrasi, melukis, entrepreneruship, marketing… Banyak macam kesibukan yang prinsip kerjanya tidak sepanjang waktu diasuh oleh instruksi baku. Kebebasan cara kerja segera menghadirkan sebuah tanggungjawab. Kita tidak mau melakukan kesalahan yang akan sulit untuk kita sendiri bereskan nanti.
Saat itulah kita mencari pilihan dalam pikiran “auto” atau otomatis. Tapi kemudian kita sadar kita tidak banyak cara baru yang memberi harapan dan semangat dalam cara berpikir ini.
‘Pikiran otomatis’ berkembang dari kebutuhan kita untuk mempelajari norma dan adat-istiadat di tempat kita hidup dan beraktivitas. Meski memiliki hak dalam berbagai hal, moral kepatuhan yang populer di masyarakat membuat kita cenderung beroperasi berdasarkan kewajiban. Entah dengan berusaha mengerjakannya, merasa susah atau menghindarinya sekaligus.
Kreativitas masih punya ruang yang sangat luas untuk kita nikmati, dalam kehidupan sehari-hari maupun hobi dan pekerjaan kita. Berikut tips yang patut kamu coba.
1. Bercermin lewat menulis jurnal (dengan tangan)
Menulis dengan tangan memiliki prinsip komunikasi yang unik dengan pikiran kita. Kegiatan menulis jurnal bukan norma yang terpenting demi menyalakan kreativitas. Tapi buku jurnal akan menjadi penonton dan pendengar pertama bagi karya kita, sehingga tekanan untuk segera berhasil dan kecemasan membuat kesalahan yang kita rasakan terasa lebih ringan.
Jurnal atau buku harian adalah teman yang selalu siap mendengarkan. Itu berarti kita tidak boleh memaksa dia untuk merasa galau bersama kita. Buku jurnal adalah teman yang akan membantu kita berpikir objektif saat menilai sumber kekuatan dan pemicu kelelahan fisik dan mental kita sendiri. Jurnal juga akan mengasah kemampuan kita untuk menertawai diri sendiri dan bercermin pada kebiasaan-kebiasaan yang (ternyata selama ini) mengganggu kreativitasmu.
Contoh:
“Menghabiskan waktu lebih dari 3 jam di luar membuatku sulit berpikir saat melanjutkan karyaku. Apa harus pasang alarm untuk membatasi waktu di luar ruangan?”
“Kopi pahit ternyata membantu membuatku fokus. Tapi tidak bertahan lama. Harus cari sumber pendongkrak energi yang lebih oke.”
Tips: Targetkan menulis satu kalimat setiap hari. Tidak perlu membangun jurnal yang indah dan rapi jika kamu tak bisa. Gunakan alat tulis yang biasa-biasa saja jika itu membantumu untuk segera menulis. Buat aturan yang paling fleksibel untuk mendukung kreativitasmu. Tidak masalah jika kamu lupa dan terlewat menulis entri selama satu atau beberapa hari.
Silahkan coret bagian-bagian yang tak lagi kamu setujui dari entri lama. Tambahkan koreksi opini atau fakta-fakta baru. Dan yang tak kalah penting, bercandalah dengan diri sendiri. Sindir perilaku ceroboh atau pikiran-pikiran negatif tipikal kita.
“Masih membenci keramaian, ya? Tapi bukannya pergi dan mencari kelegaan, kamu memilih ‘mengamuk dalam diam’ di sudut seperti biasa. Astaga… Atasi ini!”
2. Lepas landas dari pikiran “auto”
Lakukan latihan ini untuk membebaskan diri dari pikiran otomatis:
Pilih satu benda yang ada di dekatmu, lalu pikiran cara-cara lain untuk menggunakannya.
Buku kamus, misalnya. Pikiran “auto” kita mungkin segera membebani diri bahwa kamus berhubungan dengan kewajiban akademis dan beratnya mengusahakan nilai. Di belakang pikiran, kita terbiasa dengan sistem akademis dan sosok otoritas pengajar yang akan menilai hasil pekerjaan kita.
Tapi saat kita terbang melewati pikiran otomatis, buku kamus bisa mengarungi banyak petualangan yang beragam. Kita bisa mengarang adegan komedi seperti komik atau kartun dimana salah satu karakternya menggunakan buku kamus untuk tujuan melawak.
Buku kamus juga cukup praktis digunakan sebagai bantal yang terasa enak untuk memijat bagian belakang kepala. Beberapa orang juga membuat karya seni ukiran yang indah dari kamus dan novel.

Lakukan ini pada benda-benda lain. Berikan mereka petualangan.
3. Berikan petualangan baru bagi ritual dan kebiasaan kreatifmu
Seperti yang kamu lakukan pada benda-benda, tawarkan juga cara-cara baru untuk menjalani rutinitasmu.
- Lakukan hal-hal berbeda untuk merangsang otot kreativitas. Beberapa orang terbantu dengan kebiasaan olahraga dan beristirahat yang cukup. Kamu juga bisa mencoba diet tertentu. Mungkin kamu lebih mudah menulis draft atau melakukan olahraga saat perut masih kosong, lalu dilanjutkan menyunting tulisan atau meditasi setelah sarapan. Atau mungkin kamu lebih nyaman melakukan semuanya setelah mandi.
- Selalu pertanyakan cara-cara kerjamu. Ubah urutan rutinitasmu. Akui kebiasaan-kebiasaan yang memperlambat produktivitas. Seperti menonton YouTube terlalu lama, malas melanjutkan kebiasaan berolahraga atau tenggelam dalam komik-komik online yang membuat candu.
- Sebaliknya, beri waktu lebih banyak bagi kebiasaan yang memberi bahan bakar bagi kreativitas. Karena terkadang kita tak sabar ingin segera menghasilkan karya. Bersabarlah dan beri waktu lebih untuk membaca jika kamu tahu itu penting untuk pekerjaan menulismu. Sempatkan menulis jurnal jika kamu tahu itu membantumu memberi efek timbal-balik untuk menganalisa ide dan mengorganisir pikiranmu.
- Sediakan barbel kecil di ruang kantor atau di rumah untuk melanggar pemikiran bahwa olahraga harus dilakukan di tempat dan waktu khusus. Lakukan peregangan karena kebanyakan orang tidak sadar pentingnya melakukan ini.
Berikan petualangan baru bagi kebiasaan harianmu.
4. Menunda-nunda(lah dengan cara yang benar)
Menunda-nunda pekerjaan bisa jadi sesuatu yang sangat bermanfaat jika dilakukan dengan benar. Ketimbang bermalas-malasan atau menonton TV, lebih baik menonton film yang kamu suka, bermain sepak bola, basket atau kegiatan lainnya yang memberi rasa ‘imbalan’ atau reward.
Nikmati hal-hal yang menerjemahkan opini dan imajinasimu dengan kefasihan yang mendekati akurat. Misalnya film dengan genre politik, horor, atau drama romantis. Film animasi yang mengingatkan tentang nilai persahabatan masa kecil. Menggambar doodle yang melatih spontanitas dan mengikis perfeksionisme. Menyicil isi buku puisi yang ingin kamu terbitkan nanti.
Apapun kegiatan yang hasilnya dapat diusahakan dan dikendalikan menggunakan tenagamu sendiri.
Kepuasan ini akan memudahkan kita mengenali kembali reward dari pekerjaan kreatif yang kita kerjakan. Mengingatkan kembali mengapa penuntasan pekerjaan ini penting untuk dicapai. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang rewarding, kita menempatkan pikiran dalam pola mencari kepuasan dari melakukan hal yang bermakna.
Kreativitas bukanlah soal jangkauan dan batas kemampuan, ataupun mengejar novelty (nilai kebaruan) dan kecanggihan hasil karya kita. Berlaku kreatif adalah mengusakan berbagai penyesuaian untuk menemukan kebiasaan dan ritual yang paling memberi timbal-balik bagi siapa diri kita, dan apa yang kita cita-citakan.
Berlaku kreatif sesungguhnya bukanlah berusaha melampaui hal-hal biasa, tapi bersikap masuk akal terhadap opini-opini yang tertekan di dalam diri kita sendiri, ketika dunia ragu-ragu memberi kebebasan untuk itu.
Gambar fitur: pixabay.com/Patt_Mike